DERAP.ID|| Surabaya,- ALAN anak dari Toni Denisend kembali duduk di kursi psakitan. Ia ditangkap, lantaran kedapatan memiliki narkotika jenis ekstasi, merk GTR warna merah maron. Padahal, baru oktober di tahun yang sama ia keluar dari penjara. Ia ditangkap 2016. Vonisnya saat itu selama 10 tahun penjara.
Kali ini, menurut data di website SIPP Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, ekstasi yang diperoleh dari tersangka mencapai 30 butir. Hanya saja, jumlah itu tidak sesuai dengan dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Suparlan. Dakwaan tersebut hanya sebanyak 17 butir saja.
“Itu kan sudah dipakai sebelumnya. Jadi, yang ada itu hanya 17 butir saja,” kata Suparlan saat dikonfirmasi DERAPNASIONAL.COM usai pembacaan dakwaan, di PN Surabaya, Selasa (27/4). Parlan menuntut tersangka dengan pasal 112, tentang memiliki dan menguasai narkotika.
Alan terancam hukuman enam tahun penjara. Denda Rp 800 juta, subsidar tiga bulan penjara. Terdakwa mengakui kalau barang haram itu dibelinya hanya untuk konsumsi pribadi. Tidak untuk dijual kembali. “Untuk saya pakai sendiri Yang Mulia,” kata Alan menjawab pertanyaan majelis hakim.
Alan hanya beberapa hari menikmati kebebasannya dari penjara. Ia ditangkap pada 14 November 2020 lalu, pukul 19.00 WIB di rumahnya di Dusun Orokuwali, Desa Gunung Gangsir, Kecamatan Beji, Kabupaten Pasuruan.
Tapi karena terdakwa ditahan di Surabaya, akhirnya PN di Kota itu yang berwenang memeriksa dan mengadili terdakwa. Hal itu sesuai dengan Pasal 84 ayat 2 KUHP. Tim dari Satuan Reskoba Polrestabes Surabaya melakukan penggeledahan rumah itu.
Dalam pemeriksaan tersebut, tim mendapatkan satu Handphone Xiomi yang digunakan untuk memesan Narkotika tersebut. 17 butir ekstasi dengan berat sekitar 5,10 gram. Pil ekstasi tadi terdakwa pesan dari Tri alias Sinyo. Saat ini, orang itu masuk dalam daftar pencarian orang (DPO).
Satu butir ekstasi tersebut dihargai Rp 150 ribu. Pembayaran dilakukan terdakwa melalui transfer. Selanjutnya, terdakwa mengambil barang tersebut dengan cara ranjauan. Setelah mendapatkan barang tersebut, Alan lalu membagi dua.
Masing-masing berisikan 17 butir yang disimpan untuk persediaan. Dan 13 butir lainnya digunakan di Hotel Metton Ngagel Surabaya. Bahkan, seminggu sebelum terdakwa ditanggap, ia juga sempat memesan 10 butir ekstasi.
Selain ekstasi, sempat juga terdakwa untuk menyuruh M Hendrik Yahya alias Konteng (dengan berkas terpisah), caranya untuk mengambil ranjauan sabu. Beratnya 100 gram. Terdakwa menyuruh Hendrik melalui pesan singkat Whatsapp. Perintah itu diberikan terdakwa pada 8 Agustus 2020.
Ranjauan itu ada di Sukodono Sidoarjo. Narkotika itu lalu dibagi menjadi lima bungkus. Dua plastik masing-masing 40 dan 10 gram. Keduanya lalu dikirimkan lagi dengan cara diranjau di Pasar Lawang Pandaan. Kegiatan itu dilakukan pada 9 Agustus 2020 pukul 19.00 WIB.
Dengan hari yang sama, seberat 20 gram sabu untuk dikirimkan kepada Koder dan 10 gram lainnya dikirim di daerah Pasar Nguling Pasuruan. Dengan ke esokan harinya, satu bungkus sabu dengan berat 20 gram dikirimkan melalui jasa ekspedisi JNE.
Dengan perbuatannya , terdakwa memberi upah kepada Hendrik sebesar Rp 2 juta rupiah, satu kali pengiriman. Pembayarannya dengan cara di transfer melalui rekening bank BCA. Dari hasil pemeriksaan laboratorium kriminalistik pada tanggal 8 Desember Tahun 2020, sebanyak 17 butir tablet adalah ekstasi. (@Budi’71)