DERAP.ID|| Surabaya,- dr. David Hendrawan bin Ong Wiyanto pemilik D’Mitra Jalan Darmahusada Utara No.33 Kota Surabaya diseret oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Novan terkait penyebaran berita bohong terkait metode pengobatan untuk nyeri sendi dan rematik dengan menggunakan terapi melalui website https://dmirta.com/ yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Martin Ginting di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
Sidang kali diagendakan pembacaan surat dakawaan oleh JPU Novan Arianto dari Kejaksaan Tinggi Jawa Timur mengatakan, Bahwa terdakwamenggunakan website https://dmirta.com/ untuk media promosi terapi terapi yang diselenggarakan oleh terdakwa. Adapun website tersebut memuat tentang informasi eletronik atau berita mengenai adanya klinik yang bernama D’mirta yang beralamat di Jl. Dharmahusada Utara No. 33 Surabaya (klinik Pusat) dan di Jl. Bango No. 31 Malang (klinik cabang) yang menyelenggarakan metode pengobatan untuk nyeri sendi dan rematik dengan menggunakan terapi yang diantaranya terdapat terapi stem cell.
“yaitu Therapy Stemcell AGF (Tahap II), yaitu ekstraksi Stemcell & Growth Factor) kemudian ada Pasian Tedjo yang melihat Website tersebut dan tertarik,”Kata JPU Novan dihadapan Majelis Hakim di Ruang Candra PN Surabaya.Kamis (02/03/2021).
Masih kata JPU Novan setelah membuat janji Kemudian datang ke alamat klinik D’mirta di Jl. Dharmahusada Utara No. 33 Surabaya untuk berobat.Ternyata klinik tidak sesuai dengan yang terdapat pada website yaitu lokasi bukan merupakan suatu klinik yang bernama D’mirta melainkan hanya tempat praktik pribadi / perorangan dengan papan nama / plang bertuliskan “Praktik Dokter dr. David Hendrawan.
“Kemudian diarahkan oleh perawat Elok Fatmasari dan Nurul Ramadhan mendaftar dan membayar sesi konsultasi dengan dokter DAVID HENDRAWAN senilai Rp. 100.000,”Kata JPU.
Ia menambahkan setelah dilakukan pemeriksaan dan mendengarkan keluhan Tedjo maka dilakukan terapi tahap I Genupuncture / akupuntur dan membayar biaya terapi Rp. 700.000 serta di dilakukan kontrol 1 minggu sekali.Waktu kontrol ternyata tidak ada perubahan sehingga dokter menyarankan Untuk dilakukan dilakukan terapi yang diberi nama Stemcell AGF (auto Logus Growth Factor) dengan biaya Rp.1.900.000 setelah dibayar meminta kwintasi tertulis Rp.2.600.000 berserta biaya perawatan.
“Kemudian Tedjo kontrol lagi dan ternya masih mengeluh sakit pada pinggangnya kemudian dokter menyarankan melakukan terapi ozon saat hendak dilakukan penyuntikan Petugas dari Polda kemudaian dilanjutkan ke pemeriksaan ke Polda Jatim,”Tambah JPU Novan.
Untuk diketahui berdasarkan surat dakawaan Bahwa perbuatan terdakwa, mulai dari kegiatan promosi menggunakan website dengan mencantumkan nama tempat praktiknya yang dikatakan Klinik D’mirta namun sesungguhnya hanya tempat praktik dokter perorangan saja, kemudian terapi terapi yang tertera dalam website tersebut yaitu Theraphy Stemcell AGF (Autologus Growth Factor) dan Therapy Stem Cell ternyata sebenarnya bukan terapi atau metode pengobatan stemcell, penamaan terapi dengan masukkan kata stemcell hanya merupakan Teknik marketing saja, bahkan terdakwa tidak pernah mengikuti pelatihan tentang stemcell yang diadakan oleh dinas atau Lembaga resmi telah menyebarkan menyebarkan berita bohong dan menyesatkan.Akibatnya saksi Tedjo Angkoso merasa dirugikan berupa uang / biaya yang telah dikeluarkannya sebesar Rp. 2.600.000 kepada terdakwa untuk dilakukannya terapi stemcell yang ternyata bukan terapi stemcell.
Bahwa selain terapi Stemcell AGF (auto Logus Growth Factor), terdakwa juga menawarkan terapi menggunakan embrio domba yang nama terapinya dinamakan Therapy Stem Cell Anti Aging sesuai yang tertera pada katalog daftar harga dan terapi tempat praktik dokter, yang akhirnya saksi Tedjo Angkoso memesannya, kemudian oleh terdakwa produk embrio domba dengan merk Cherro dipesankan melalui e-commerce TokoPedia dengan nama toko penjual Jekyshop seharga Rp. 220.000 dengan cara pengiriman melalui jasa pengiriman paket. Setelah barang sampai di alamat terdakwa dan Sudah disiapkan terdakwa untuk disuntikkan kepada pasien Tedjo Angkoso, kemudian petugas Kepolisian Moch. Angga Rismawan beserta anggota lainnya datang menghentikan praktik Terdakwa.
Bahwa setelah diperiksa secara laboratories di laboratorium Pusat pengembangan dan penelitian Stemcell Universitas Ailrangga dan laboratoirum Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta terhadap produk embrio domba dengan merk Cherro yang ditawarkan dan sudah disiapkan Terdakwa untuk disuntikkan ke tubuh pasien, ternyata tidak mengandung sel hidup sehingga oleh ahli stemcell dinyatakan bukan merupakan produk stemcell.
Bahwa terhadap produk embrio domba dengan merk Cherro tersebut tidak memiliki izin edar dari BPOM hal tersebut dapat diketahui dari tampilan kemasannya yang tidak tercantum nomor register edar dari BPOM.
Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 28 ayat (1) jo pasal 45A ayat (1) UU RI Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elekronik. (@Budi R DERAP.ID)