DERAP.ID | Surabaya – Kepala Unit Layanan Pasport (ULP) Gresik Kantor Imigrasi Kelas I Tanjung Perak Irmansyah Fitriadi membantah adanya praktek percaloan yang menyebabkan terjadinya tindak pidana human Trafficking (perdagangan manusia) yang terjadi diwilayah kerjanya.
Menurut Irmansyah Paspor adalah dokumen resmi yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang dari suatu negara yang memuat identitas pemegangnya dan berlaku untuk melakukan perjalanan antar negara dan ini diatur oleh Undang – Undang.
Jika ada Tenaga Kerja Indonesia (TKI) atau Tenaga Kerja Wanita yang menjadi korban human Trafficking, jangan serta merta menyalahkan pihak kita (imigrasi yang mengeluarkan pasport, red), bisa jadi mereka TKI atau TKW bermasalah dengan agent yang menyalurkan mereka bekerja ke luar negeri, jelas Didit panggilan akrab Irmansyah Fitriadi.
Lebih lanjut Didit menjelaskan ada kekeliruan berfikir di masyarakat bahwa untuk bisa bekerja di luar negeri, selain mempunyai ijasah atau pendidikan tertentu juga harus memiliki ketrampilan dan pasport. “Setiap orang yang ingin bekerja tentu harus memiliki ijasah, selain ketrampilan. Tetapi kalau untuk bekerja diluar negeri harus memiliki Pasport, itu untuk dokumen perjalanan lintas negara, bukan syarat bekerja diluar negeri. Senin (01/07/19)
Selama ini Didit mengaku sudah bekerja secara profesional dan prosedural dalam melayani masyarakat untuk mengurus Pasport. Terkait kasus human Trafficking yang dialami suami istri dari Sampang Madura Admari dan Badriyah, Didit mengatakan itu bukan kesalahan pihak Imigrasi. Walaupun Admari mengaku sudah membayar 10 juta rupiah untuk mengurus Pasport melalui agent TKI dan seorang perantara yang berkewarganegaraan Malaysia. “Kalau ada percaloan dalam pengurusan pasport, apalagi warga negara asing, ayo kita tangkap ramai – ramai dan serahkan ke pihak berwajib”, jelas Didit di Kantornya.
Untuk masalah Admari yang tidak mempunyai akta kelahiran sebagai salah satu syarat pengurusan pasport, sehingga harus membayar lebih untuk mendapatkan pasport, Didit menjelaskan bahwa Admari punya akta kelahiran berdasarkan surat keterangan dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Sampang. “Kita sudah cek ke Dispendukcapil Sampang dan mendapatkan surat keterangan bahwa akta kelahiran Admari dikeluarkan oleh mereka”, ujar Didit sambil menunjukkan surat keterangan tersebut.
Perlu diketahui pembaca DERAP.ID bahwa permasalahan Admari pernah ditulis di media ini tanggal 1 Juni 2019 yakni
Berawal dari mengurus paspor melalui Calo, berakibat jadi korban human trafficking (perdagangan manusia). Admari warga Sampang Madura ini menjadi korban perdagangan manusia setelah mengurus paspor dengan menggunakan jasa calo.
Kejadianya berawal ketika Admari dan Badriyah istrinya ditawari Yanti untuk bekerja di Malaysia, dengan janji mendapatkan gaji yang besar.
Untuk bisa bekerja di Malaysia, mereka diwajibkan mempunyai paspor. Admari dan Badriyah istrinya bersedia mengurus paspor melalui mereka (Yanti), walaupun dengan biaya yang tidak sedikit. Akhirnya Admari dan istrinya di ajak Yanti datang ke Kantor Imigrasi (Kanim) Kelas I Tanjung Perak.
Ketika pertama kali datang ke Kanim Tanjung Perak untuk urus paspor, Admari dan Badriyah ditolak petugas karena dokumennya tidak lengkap. Tetapi Yanti menawari mereka (Admari dan Istri) agar mau membayar 10 juta rupiah supaya pengurusan paspornya lancar. Setelah menerima uang 10 juta rupiah dari Admari, Yanti memberikan uangnya ke Pandi (warga Malaysia) yang saat itu langsung menelpon petugas Imigrasi. Tidak begitu lama akhirnya Admari dan istrinya diperbolehkan masuk untuk tetap melanjutkan pengurusan paspor oleh petugas. Walaupun saat itu Admari dan istrinya belum melengkapi kekurangan dokumen pengurusan paspor.
Hari itu juga paspor jadi dan Admari beserta istrinya akhirnya bisa berangkat bekerja di Malaysia. (red)