DERAP.OD|| Surabaya,- Merasakan kursi pesakitan Imam Santoso .Akibat perbuatannya yang melakukan penipuan dan penggelapan uang hasil jual beli kayu. Dalam persidangan Dengan agendanya pembacaan dakwaan. Dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Irene Ulfa dari Kejari Tanjung Perak.
I Ketut Tirta Majelis Hakim yang memimpin persidangan terdakwa Direktur Utama PT Daha Tama Adikarya (DTA). Perusahaan itu, pemegang izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu (UPHHK).
PT DTA telah mendapatkan izin rencana kerja tahunan dari Dinas Kehutanan Sulawesi Tengah. Sementara terdakwa telah mengaku juga kalau memiliki hak pengusahaan hutan (HPH) baru di provinsi tersebut. Bertempat di pemuatan Camp Logpon Panjokan, Desa Huhak, Kecamatan Bunta, Kabupaten Banggai.
Dalam surat dakwaan yang dibacakan JPU, bahwa perbuatan terdakwa selama ini yang dilakukan pada tanggal 21 September 2017. Saat itu terdakwa bertemu dengan korban bernama Willyanto Wijaya.Dengan hasil pertemuan keduanya telah terjadi di salah satu hotel ternama di Surabaya.
“Dengan meyakinkan korbannya, Terdakwa dengan gaya tipu muslihatnya menunjukan rekapitulasi jumlah kayu yang ditebang,” ucap Jaksa Irene saat membacakan surat dakwaannya diruang sidang cakra, di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Pada Hari Rabu (28/4/2021)
Terdakwa Imam dengan gaya tipu muslihatnya supaya membuat korbannya tertarik. Sehingga, Wiliyanto Wijaya tidak pakai pikir panjang. Korban langsung memesan kayu tersebut. Dengan beberapa macam jenis kayu yang diminta. Diantara-Nya jenis kayu meranti, kayu rimba campuran dan kayu indah. Dengan total keseluruhan 15 ribu meter kubik.
Jadi sementara pengirimannya secara bertahap. Kayu tersebut sempat dikirim terdakwa. “Setelah terdakwa menerima pembayaran sebesar 6,1 miliar rupiah dari korban, terdakwa sampai saat ini tidak lagi melakukan pengiriman sisa kayunya,” ujarnya.
“Jadi sisa uang sebesar Rp 3.611.440.020 yang sudah diterima terdakwa tidak dikembalikan sama sekali kepada saksi korban, melainkan untuk dipergunakan terdakwa kepentingan ke PT Randoetatah Cemerlang yang tidak ada hubungannya atau kaitannya kepada saksi korban,” sambungnya.
Menurut data dalam Sistem Informasi Penatausahaan Hasil Hutan (SIPUHH), PT DTA pada Tahun 2017 melakukan produksi sebanyak 1.101 batan. Tapi 2018, perusahaan ini tidak melakukan produksi apapun. Barulah di 15 Agustus 2019, terdakwa juga melakukan kerjasama dengan saksi Edi Setiawan.
Direktur PT Berkat Jaya. Bekerjasama itu berupa pemanfaatan hasil hutan kayu. Dari kerjasama tersebut, terdakwa hanya menerima royalti sebesar Rp 200 ribu per meter kubik.
Berdasarkan uraian dakwaan tersebut, Jaksa mendakwa terdakwa dengan pasal 378 KUHP tentang Penipuan dan Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan. “Demikian surat dakwaan jaksa penuntut umum,” tutur Jaksa Irene.
Atas dakwaan tersebut tim penasihat hukum terdakwa untuk mengajukan eksepsi. Selain itu, juga mengajukan permohonan pengalihan status penahanan.
“Izin majelis, kami mengajukan permohonan pengalihan penahanan,” ucap Sutriono salah seorang tim penasihat hukum terdakwa diakhir persidangan, yang disambut ketukan palu majelis hakim sebagai tanda berakhirnya persidangan.
Usai persidangan, Sutriono mengaku belum bisa untuk memberikan keterangan terkait eksepsi yang akan diajukannya. Tim penasehat Hukum terdakwa ini juga enggan membeberkan alasan permohonan pengalihan penahanan yang diajukan.
“Terdakwa ditahan di Rutan Medaeng,” sembari meninggalkan area Pengadilan Negeri Surabaya.(@Budi’71)