DERAP.ID|| Surabaya,- Kinasih (68), Penjual Rujak Cingur asal Jalan Pumpungan I No 7 B, Surabaya, Menggugat Wali Kota Surabaya. Dalam gugatan Nomor Perkara: 1352/Pdt.G/2023/PN Sby, Kinasih mempertanyakan persetujuan yang diberikan wali kota kepada Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) untuk mendirikan rumah ibadah yang mana didirikan di atas Tanah Milik Ahli Waris Guntoro dan Waginah Kinasih.
Dari pantauan di Ruang Tirta 1 dengan Sidang Perdata Pertama di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya Kelas 1 A Khusus digelar pada Hari Rabu, 27 Desember 2023.
Kuasa Hukum Pemohon, Jhon A Christiaan SH mengatakan, kliennya sekarang menggugat agar membatalkan Surat Persetujuan Wali Kota nomor 34/Pers/1981 yang ditandatangani wali kota saat itu Moehadji Widjaja.
Semetara ini ahli waris Guntoro dan Waginah tidak pernah Jual Tanah Tersebut di Jalan Manyar Kertoarjo IV Surabaya, dengan Luas Tanah 1.710 m².
“Sampai saat ini tidak Pernah Jual Tanah Tersebut. Bahwa Tanah dengan Luas 1.710 m² tepatnya di Kelurahan Mojo, Kecamatan Gubeng, bahwa Tercatat atas nama Kandar P Goentoro alias Guntoro hingga saat ini,” kata Kuasa Hukum Jhon SH.
Untuk memastikan, kliennya dan pihak HKBP mendatangi Badan Pertanahan Nasional (BPN II Surabaya) terkait Sengketa Tanah ini. Dan BPN II Surabaya juga memastikan bahwa belum pernah ada Peralihan atau Jual Beli Tanah yang dimaksudkan.
Pihaknya pun telah berkirim surat ke Pemerintah Kota Surabaya yang dalam suratnya bertanya untuk mohon penjelasan tentang status Tanah apakah milik pemkot atau Tanahnya Siapa. Kenapa dari Pemkot memberikan Tanah Tersebut ke orang lain padahal masih ada Pemiliknya.
Dalam jawaban Pihak Pemkot, bahwa yang berhak memberikan jawaban adalah Kelurahan Mojo sesuai dengan letak tanahnya Klien saya.
“Berarti selama ini Wali kota menyetujui. Saya punya bukti sejarah untuk Tanah dari Kelurahan Mojo bahwa sampai Tahun 2007, Tanah itu masih atas nama Klien Kinasih cs sebagai Ahli Waris dari Bapaknya Guntoro (alm),” ujarnya.
“Jadi sebelum Tahun 1960, sampai dengan Tahun 2007, Tanah itu belum sama sekali dialihkan atas nama siapapun. Berarti wali kota memperkuat keterangan dari Lurah. Lalu kenapa izin tersebut tidak dicabut sama sekali. Saya bikin surat untuk minta dicabut. Ternyata tidak dicabut,” terangnya Kuasa Hukum Jhon SH.
Sementara itu,Kuasa Hukum Jon SH Kinasih, meminta agar supaya wali kota mencabut surat izin tersebut. Karena surat izin tersebut hanya berlaku selama 6 bulan.
“Surat izin itu seharusnya sudah kedaluwarsa atau gugur. Karena dijelaskan dalam surat tersebut apabila dalam waktu 6 bulan tidak bisa melengkapi surat-surat tersebut, maka seharysnya sudah gugur,” ujar kuasa Hukum Jhon SH.
Sebenarnya pihak wali kota bisa saja langsung mencabut namun sampai detik ini sampai berpuluh tahun (sejak 1981) pihak HKBP tidak mengurus surat-surat yang dimaksud.
“Akibat surat dari Wali kota, kami sebagai ahli waris sangat dirugikan. Jadi semuanya kembali ke wali kota bagaimana kebijaksanaannya untuk menyelesaikan masalah ini,” Tuturnya.
Sebenarnya pihak wali kota bisa saja langsung untuk mencabut namun sampai detik ini Sejak Tahun 1981 pihak HKBP Sampai saat ini tidak mengurus surat-surat yang dimaksud.
“Akibat surat dari wali kota, kami sebagai ahli waris sangat dirugikan. Jadi semuanya kembali ke wali kota bagaimana kebijaksanaannya untuk menyelesaikan masalah ini,” ujarnya.
Berdasarkan surat Persetujuan Wali Kota Surabaya Nomor: 34/Pers/1981 tanggal 18 Mei 1981, ada dua syarat penting yang harus dipenuhi Oleh Pihak Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP):
1. Mengajukan ke kantor Agraria Kota Madya Surabaya dalam upaya penyelesaian administrasi pertanahannya. (angka 4 huruf C surat persetujuan tersebut)
2. Surat persetujuan wali kota tersebut hanya berlaku 6 bulan dengan catatan jika tidak didipenuhi segala syarat, maka surat persetujuan tersebut akan langsung dicabut Wali Kota Surabaya (angka 6 huruf A. persetujuan surat tersebut).
(@ budi_rht DERAP.ID)