DERAP.ID || Mojokerto – Aksi nekat seorang relawan asal Dusun Tlasih, Desa Ngarjo, Kecamatan Mojoanyar, Kabupaten Mojokerto, saat mengevakuasi jenazah dari Sungai Brantas, menjadi sorotan publik dan viral di media sosial.
Adalah Zaenal Abidin (70), Ketua Relawan Birunya Cinta (RBC), yang tanpa komando melompat dari Jembatan Ngrame, Kecamatan Pungging, pada Selasa (20/5/25), demi mengevakuasi jenazah mister X yang hanyut terbawa arus. Dalam video yang beredar luas, Zaenal tampak masih mengenakan sepatu, helm, dan jaket pelampung saat melakukan aksi tersebut.
Jenazah dilaporkan terbawa arus dari wilayah Kesamben, Kabupaten Jombang, hingga ke Desa Ngrame, Mojokerto. Tim gabungan dari BPBD dan relawan tengah bersiap melakukan evakuasi menggunakan perahu karet, ketika Zaenal secara tiba-tiba melompat ke sungai untuk melakukan penyelamatan.
Aksi spontan tersebut menuai beragam reaksi. Sebagian masyarakat memberikan apresiasi atas keberaniannya, namun sejumlah pihak, termasuk otoritas kebencanaan, menyayangkan tindakan tersebut yang dinilai membahayakan dan tidak sesuai prosedur.
Bupati Mojokerto, Muhammad Al Barra (Gus Barra), langsung mengunjungi kediaman Zaenal pada Rabu malam (21/5/25) untuk memberikan apresiasi sekaligus arahan. “Aksinya luar biasa, tapi kami juga tekankan pentingnya keselamatan pribadi. Jangan sampai niat baik justru berujung petaka,” ujarnya.
Senada, Kepala BPBD Kabupaten Mojokerto, Yo’ie Afrida Soesetyo Djati, menilai tindakan Zaenal tidak sesuai standar keselamatan. “Semangatnya kami hargai, tetapi tindakan tersebut konyol dan tidak berdasarkan SOP. Tidak ada koordinasi, dan alat pelindung yang dipakai pun tidak memenuhi standar,” tegasnya.
Menurut Yo’ie, evakuasi jenazah harus dilakukan oleh personel bersertifikasi, dengan prosedur validasi data dan kesiapan tim lapangan. Ia juga menambahkan bahwa RBC belum tergabung dalam Forum Pengurangan Risiko Bencana (FPRB), sehingga relawan seperti Zaenal belum mendapat pelatihan resmi.
“Kami akan upayakan agar RBC bisa masuk dalam FPRB agar mereka mendapatkan pelatihan dan sertifikasi yang dibutuhkan untuk operasi kemanusiaan,” ujarnya.
RBC diketahui berdiri sejak 2019 dan kini beranggotakan 26 orang, termasuk tiga pelajar. Dalam pernyataannya, Zaenal menyebut RBC sebagai singkatan dari “Relawan Bersih dan Mencintai”.
Meskipun keberaniannya mendapat pengakuan dari pimpinan daerah, pihak BPBD tetap menegaskan pentingnya koordinasi, sertifikasi, dan keselamatan dalam setiap upaya penanganan darurat. “Kami tidak ingin operasi penyelamatan berubah menjadi operasi pencarian relawan,” pungkas Yo’ie. (Mandala)