Sampah Anorganik Disulap Jadi Batako untuk Bangun Mushola

0
1442

PANGKALAN BUN – Bagi mayoritas orang, sampah anorganik akan dibuang percuma. Namun, di tangan orang yang kreatif, sampah anorganik akan menghasilkan nilai ekonomi tinggi. Salah seorang sosok kreatif tersebut adalah Akhmad Syamsul Arifin (36), warga Jalan Tjilik Riwut 2, Tembalu, Kelurahan Madurejo, Kecamatan Arut Selatan (Arsel), Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar), Kalteng.

Dia  menyulap sampah anorganik sisa pengolahan sampah daur ulang menjadi batako. Pengusaha di bidang daur ulang sampah anorganik ini sekaligus pemilik Bank Sampah Induk Berkah Jaya Plastindo, Pangkalan Bun.

“Awalnya saya punya ide itu 1,5 tahun lalu, awalnya saya buat batako yang bahannya menggunakan sisa-sisa sampah anorganik yang saya daur ulang. Sampah daur ulang ini sudah tidak memiliki nilai ekonomis karena tidak bisa dijual. Bisa dibilang ini kotoran sisa pencacahan sampah anorganik yang saya kelola di bank sampah,” ujar suami Muzakiyah (25) ini sambil memperlihatkan cara membuat batako dari sampah daur ulang, di pabrik bank sampah miliknya, Rabu (11/4/2018).

Awalnya, sampah sisa daur ulang ini ia gunakan untuk campuran saat memplester lantai gudang bank sampah dengan campuran semen atau pengganti batu koral. “Awalnya coba-coba, karena selama ini sisa sampah daur ulang ini hanya menumpuk di area gudang. Saya pakailah untuk campuran saat memplester lantai gudang, iseng-iseng sebagai pengganti batu koral. Eh ternyata kuat juga, dilalui truk pun lantai tidak pecah,” cerita ayah dari Mauliyatut T Arifin (11) dan Hafizatuz Zakiyah Arifin (3,5) ini.

Setelah itu, dirinya berpikir untuk mencoba membuat batako yang di dalamnya dicampur sampah anorganik daur ulang ini. Bahan pembuat batako yakni, pasir, semen, air, dan sejumlah sampah daur ulang tersebut. “Setelah dicampur rata lalu dimasukkan ke dalam cetakan batako. Kemudian saya keringkan, setelah itu saya uji kekuatannya sangat kuat dan hasilnya sungguh kokoh,” ujar mantan karyawan perkebunan sawit ini.

Dari situlah, ia dan sang ayah Sapari (62) memproduksi batako hingga ratusan biji. Ia menggunakan batako tersebut untuk membangun musala di area pabrik bank sampah.

“Saya buat batako sekitar 1.000 biji dan saya langsung buat musala menggunakan batako itu. Dan hasilnya sangat kokoh. Bahkan seluruh bangunan musala semuanya menggunakan campuran sampah anorganik daur ulang ini, mulai dari pembuatan slop dan cor menggunakannya sebagai pengganti batu koral. Dan hasilnya bisa dilihat sendiri, sangat kuat dan kokoh.”

Ke depan ia berencana mematenkan temuannya ini dan juga akan memproduksi batako dengan skala lebih besar untuk diperjualbelikan.

“Ada rencana untuk mematenkan karya saya ini. Mungkin di Indonesia baru ada di sini. Bahkan saya juga mulai membuat pot bunga juga. Rencana batako ini akan saya beri nama ASA, yang artinya sebagai alternatif pengolahan sampah dan juga berarti harapan. Atau itu juga singkatan nama saya (Akhmad Syamsul Arifin),” katanya sambil tertawa riang.